Kata pengantar............................................................................................................. i
Daftar Isi...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 1
C. Tujuan.............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 2
A. Pengertian Musyarakah.................................................................................... 2
B. Dasar Hukum Musyarakah............................................................................... 3
C. Rukun dan Syarat musyarakah........................................................................ 3
D. Implementasi Musyarakah di LKS.................................................................. 6
1. Implementasi di Perbankan syariah dan BMT........................................... 6
2. Implementasi Musyarakah di Asuransi Syariah.......................................... 6
E. FATWA DSN No: 08/DSN – MUI/IV/2000
Tentang Pembiayaan Musyarakah.................................................................... 7
BAB III PENUTUP................................................................................................... 10
A. Kesimpulan...................................................................................................... 10
Daftar Pustaka..................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk melakukan kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat merencanakan suatu dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan, namun tidak ada seorangpun yang dapat memastikan hasilnya seratus persen. Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan sebaik-baiknya, namun tetap mempunyai resiko untuk gagal. Faktor ketidakpastian adalah faktor yang sudah menjadi sunnatullah.
Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian Islam. Penetapan suatu hasil usaha didepan dalam suatu kegiatan usaha dianggap sebagai sesuatu hal yang dapat memberatkan salah satu pihak yang berusaha, sehingga melanggar aspek keadilan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Musyarakah dan Apa Dasar Hukumnya?
2. Bagaimana rukun dan Syarat serta Penerapan Musyarakah?
3. Bagaimana Aplikasi musyarakah dalam Perbankan?
C. Tujuan
1. Mengetehui Pengertian Musyarakah dan Apa Dasar Hukumnya.
2. Mengetahui rukun dan Syarat serta Penerapan Musyarakah.
3. Mengetahui Aplikasi musyarakah dalam Perbankan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian musyarakah (Partnership, Project Financing Participation)
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa Arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar) Menurut erti asli bahasa Arab, syirkah bererti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya, (An-Nabhani). Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja dengan tujuan memperoleh keuntungan. (An-Nabhani).
Sedangkan pengertian musyarakah menurut imam madzhab, antara lain sebagai berikut :
1. Hanafiah: al-musyarakah adalah akad yang dilakukan oleh dua orang yang bersyirkah (bekerjasama) dalam modal dan keuntungan (Ibn ‘Abidin, Radd al-mukhtar ‘ala ad-dur al-mukhtar (3/364). Percampuran dua bagian orang -atau lebih- yang melakukan kerjasama tanpa ada keistimewaan satu sama lain (al-Jurjani, at-ta’rifat (111).
2. Malikiah: al-musyarakah adalah suatu keizinan untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka (Ad-dardir, Hasyiah ad-dasuki (3/348).
3. Syafi’iah: al-musyarakah adalah adanya ketetapan hak atas sesuatu bagi dua orang –atau lebih- yang melakukan kerjasama dengan cara yang diketahui (masyhur) (Al-khathib, Mughni al-muhtaj (2/211).
4. Hanabilah: al-musyarakah adalah berkumpul (sepakat) dalam suatu hak dan perbuatan/tindakan (Ibn Qudamah, al-mughni (5/109).
Dari difenisi di atas dapat disimpulkan bahwa al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
B. Dasar Hukum Musyarakah
a. Dasar hukum musyarakah dalam Al-Qur'an
وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ
"…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini…" (QS. Shad ayat 24)
b. Dasar hukum musyarakah dalam al-hadist
Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata: “Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).
c. Kaidah fiqh
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
C. Rukun dan Syarat musyarakah
Ada sedikit perbedaan dari pendapat Ulama mengenai rukun syirkah. Ulama Hanafiyah bependapat bahwa rukun syirkah hanyalah ijab dan qabul. Sedangkan menurut Jumhur Ulama, rukun akad syirkah ada tiga, yaitu adanya dua pihak yang saling bersepakat, adanya objek transaksi, dan shighah (ijab dan qabul).
Selanjutnya syarat–syarat syirkah sesuai dengan rukun yang dikemukakan oleh Jumhur Ulama di atas adalah:
1. Muta’aqidain (pihak yang berakad)
Keduanya harus memiliki keahlian untuk menjadi penjamin dan wakil mitranya. Selain itu juga keduanya harus sudah akil baligh, dan sudah mampu membuat pilihan. Boleh saja bekerjasama dengan non muslim dengan catatan pihak non muslim itu tidak boleh mengurus modal sendirian, karena dikhawatirkan akan menggunakan modal pada usaha-usaha yang diharamkan. Tetapi jika segala aktivitasnya dipantau oleh pihak muslim, maka itu tidak menjadi masalah. Dan persoalannya akan lebih bebas dan terbuka bila bekerjasama dengan sesama muslim.
Syafi'iyah memakruhkan syirkah bersama orang non muslim, dasar pendapat mereka adalah apa yang datang dari Abdullah bin 'Abbas bahwasannya dia berkata, "Aku membenci ketika ada seorang muslim yang berserikat dengan yahudi", dan tidak diketahui adanya Sahabat yang mengingkarinya. Juga karena harta orang-orang Yahudi adalah harta yang tidak baik, karena kebanyakan dari mereka mendapatkannya dari hasil penjualan khamr dan dari hasil riba.
Dalil pembolehkannya syirkah dengan orang non mulim adalah apa yang diriwayatkan dari 'Atho', bahwasannya dia telah berkata, "Rasulullah Saw. telah melarang untuk bermusyarakah dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani, kecuali perkara jual beli berada di tangan seorang musllim."
2. Objek Transaksi
Objek transaksi meliputi modal, usaha, dan keuntungan.
a. Modal
Modal haruslah dibayar tunai, baik itu ketika akad, ataupun ketika pembelian. Tidak merupakan hutang atau harta yang tidak riil dan diketahui jumlahnya.
Jumhur Ulama, yaitu Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah tidak mensyaratkan pencampuran modal, karena akad syirkah bisa terjadi cukup dengan akad saja. Berbeda dengan pendapat Syafi'iyah yang mengharuskan pencampuran barang/modal sehingga tidak bisa dibedakan antara keduanya.
b. Usaha
Masing-masing pihak yang bersyirkah bebas mengelola modalnya sebagaimana layaknya pedagang dan menurut kebiasaan yang berlaku di antara mereka. Masing-masing pihak bisa menyerahkan usahanya kepada yang lain, karena hak untuk mengelola modal dimiliki oleh mereka berdua. Mereka pun bisa mengundurkan diri dari haknya tersebut untuk diberikan kepada pihak lain, sesuai dengan kepentingan yang ada.
c. Keuntungan
Keuntungan harus merupakan sejumlah prosentase tertentu, dan bukan berupa nilai uang tertentu.
3. Pelafalan akad
Kesepakatan akad dapat terlaksana menurut kebiasaan, melalui ucapan ataupun tindakan.
D. Implementasi Musyarakah di LKS
Musyarakah sebagai salah satu instrumen pengganti instrumen bunga telah di implementasikan di beberapa lembaga keuangan syariah. Implementasi Musyarakah di LKS memiliki spesifikasi yang berbeda antara lembaga keuangan syariah yang satu dan yang lainnya. Secara terperinci mengenai implementasi Musyarakah di lembaga tersebut dapat di uraikan sebagai berikut :
1. Implementasi di perbankan syariah dan BMT
Ada beberapa ketentuan yang mesti diperhatikan dalam mengimplementasikan Musyarakah dalam perbankan syariah, yaitu :
a. Pembiayaan dalam proyek investasi yang telah disetujui dilakukan bersama – sama dengan mitra usaha yang lain sesuai dengan bagian masing – masing yang telah ditetapkan.
b. Semua pihak, termasuk bank syariah, berhak ikut serta dalam menajemen proyek tersebut.
c. Semua pihak secara bersama – sama menentukan posisi keuntungan yang akan diperoleh. Pembagian keuntungan ini tidak sebanding dengan modal masing – masing.
d. Bila proyek ternyata rugi, maka semua pihak menanggung kerugian sebanding dengan pentertaan modal.
2. Implementasi musyarakah di Asuransi Syariah
Akad musyarakah terjadi antara perusahaan asuransi syariah dan para pengusaha. Hal ini berarti bahwa perusahaan asuransi syariah menginvestasikan dananya kepada perusahaan – perusahaan yang telah memiliki sebagian modal, tetapi modal yang dimilikinya itu tidak cukup untuk menjalankan usaha atau bisnisnya. Dalam tataran implementasinya, inisiasi musyarakah bisa muncul dari kedua belah pihak, bisa dari perusahaan asuransi yang mencari perusahaan atau perusahaan yang mengajukan pembiayaan musyarakah kepada perusahaan asuransi. Mekanisme operasional musyarakah antara perusahaan Asuransi dan perusahaan itu dapat digambarkan sebagai berikut.
|
| |
Dari gambar tersebut dapat difahami bahwa perusahaan asuransi dengan perusahaan melakukan aka musyarakah, yakni berserikat dalam hal modal. Perusahaan asuransi tidak terlibat secara langsung dalam menjalankan proyek atau usaha. Proyek atau usaha hanya dijalankan oleh perusahaan, sehingga pengerjaan proyek ikut juga diperhitungkan sebagai dasar pertimbangan dalam menetapkan porsi bagi hasil. Perusahaan asuransi memang tidak diperkenankan ikut menjalankan proyek sebagai salah satu bentuk usaha di sektor rill karena perusahaan Asuransi merupakan salah satu lembaga yang bergerak di sektor keuangan.
E. FATWA DSN No: 08/DSN – MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah
1. Pernyataan ijab – qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak
(akad), dengan memperhatikan hal – hal berikut :
a. Penawara dan penerimaan harus secara ekplisit menunjukan tujuan kontrak.
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara – cara komonikasi modern.
2. Pihak – pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memerhatikan hal – hal berikut :
a. Kompeten dalam memberikan dan diberikan kekuasaan perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyesiankan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melakukan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur asset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lainuntuk mengelola asset dan masing – masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memerhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak di izinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Objek Akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a. Modal
1. Modal yang diberika harus uang tunai, emas, perak, atau yang nilainya sama.
2. Modal dapa terdiri dari asset perdagangan, seperti barang – barang, properti dan sebagainya. Jika modal berbentuk asset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh mitra.
3. Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan dan menyumbangkan, atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasra kesepakatan.
4. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, tetapi untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b. Kerja
1. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dalam hal ini dia boleh menuntut bagian tambahan bagi dus diirinya.
2. Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing – masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c. Keuntungan
1. Keumtungan harus di kuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
2. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan, tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
3. Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu di berikan kepadanya.
4. Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi diantara para mitra secara proporsional menurut saham masing – masing dalam modal.
4. Biaya operasional dan persengketaan
a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan oleh bada arbitrasi syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Musyarakah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja dengan tujuan memperoleh keuntungan. Dimana dalam aqad musyarakah sendiri mempunyai spesifikasi yang membedakan antara musyarakah dengan akad – akad yang lainnya. Selain itu, musyarakah juga memiliki syarat dan rukun yang harus terpenuhi supaya musyarakah mendapatkan legalitas syar’i.
Daftar pustaka